Pembelajaran Entrepreneurship Lebih Gampang daripada Matematika

Entrepreneurship5,073 views

 

Entrepreneurpos_Setelah merasakan anugerah hidup di Indonesia puluhan tahun. Tuhan memberkati Pak Ci sapaan Ir.Ciputra dengan kesejahteraan. Sebab itu pula ia ingin membalas semua itu dengan menyebarkan entrepreneurship di seluruh Indonesia.
——-
Mengikuti gagasan Pak Ci tentang entrepreneurship tidak ada habisnya. Begitu banyak ide-idenya yang mengejutkan. Humanis dan menarik untuk diungkapkan dalam narasi tulisan.

Sudah puluhan tahun Pak Ci merenungkannya begitu lama. Pak Ci masih merasa galau.

Mengapa Indonesia yang kekayaan alam begitu melimpah tapi masih tertinggal dari negara lain.

Lalu Pak Ci menyimpulkan bahwa Indonesia kekurangan entrepreneur. Apa itu entrepreneur ? Apa manfaat entrepreneur ? Sama sekali tidak semua tahu tentang itu.

Sebab itu ia merasa terpanggil seluruh jiwa dan raganya untuk dikerahkan menyebarkan entrepreneurship seluruh Indonesia.

Menurutnya, pembelajaran entrepreneurship itu lebih gampang dari matematika, fisika, kimia dan akutansi. Sebab entrepreneurship adalah pembelajaran kehidupan. Secara alami manusia sudah dibekali kemampuan untuk hidup.

Begitu pula dengan para Tenaga Kerja Indonesia (TKI) atau sekarang disebut Pekerja Migran Indonesia (PMI).

Mereka semula tidak punya harapan sama sekali. Merasa hidup ini sulit dan nasibnya banyak menderita di negeri orang.

Pak Ci merasakan kepedihan yang diderita oleh bangsa sendiri yang sering disiksa majikan di luar negeri. Belum lagi persoalan lainnya yang sering mendera para TKI terutama kaum perempuan.

Tapi setelah mereka dilatih entrepreneurship kehidupan mereka berubah. Mental dan pola pikir ikut berubah. Bahkan ketika kembali ke kampung halaman pandai membuka usaha karena sudah dibekali ilmu dan latihan. Terjun menjadi seorang entrepreneur sesungguhnya.

Hal itu membuktikan bahwa entrepreneurship sebagai cara ampuh mengatasi masalah TKI.

Pak Ci menilai bangsa Indonesia, sama-sama rajin dan pekerja keras. Sayangnya tetap saja masih hidup ketinggalan dari negara lain. Hal itu dikarenakan keputusan yang salah. Wawasan yang salah. Penyebabnya karena Indonesia kekurangan entrepreneur. Pemahaman tentang entrepreneurship masih minim.

Oleh karena itu Ciputra Grup menggerakkan program entrepreneurship melalui puluhan sekolah yang dimiliki. Termasuk empat perguruan tinggi milik Ciputra.

Meskipun begitu, gerakan mendukung entrepreneurship tidak cukup oleh Ciputra Grup saja. Menggerakkan entrepreneurship dari timur ke barat. Dari daerah laut hingga wilayah kepegunungan. Tetap dibutuhkan banyak pihak yang saling mendukung terutama pemerintah pusat hingga daerah.

Cita-cita Pak Ci agar masyarakat di pelosok desa bisa mengembangkan entrepreneurship mulai terwujud. Ratusan mantan TKI yang sudah dilatih entrepreneurship mulai menunjukkan kemampuanya. Mampu menjadi seorang entrepreneur.

Mulai membangun usaha kecil dengan capaian yang menakjubkan hanya dalam tempo singkat. Semua itu berkat mental dan pola pikir para TKI sudah dibekali pelajaran entrepreneurship.

Dalam proses pembuatan beberapa buku tentang Ciputra Entrepreneurship khusus untuk pekerja migran, saya meliput ke sejumlah desa. Tersebar di Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat dan Jakarta.

Saya keliling desa. Keluar masuk dusun. Meliput alumni Buruh Migran Cerdas binaan Univesitas Ciputra yang sudah  terjun menjadi pengusaha kecil di desanya. Terbukti mereka pun aktif dalam berbagai kegiatan di lingkungan masyarakat desa.

Menyaksikan kegigihan mereka berjibaku membangun usahanya di desa. Hal itu menandakan bahwa petualangan hidup mereka sesungguhnya baru  dimulai.

Setelah mereka kenyang belajar entrepreneurship selama di Hong Kong dan Singapura. Perubahan hidup mulai terlihat dalam keluarga mereka.

Perlahan mereka mulai bangkit mengatasi kesulitan masalah yang rumit. Yang dulu mereka alami.

Mulai dari kerumitan kemiskinan, persoalan keluarga, pernikahan dini, terlilit utang rentenir, pendidikan minim hingga korban kekerasan dalam rumah tangga.

Sehingga membuat mereka terpaksa terbang ke luar negeri seperti ke Hong Kong dan Singapura. Demi bertahan hidup dan harapan bisa mengubah nasib masa depan. Mereka pun rela meninggalkan keluarga dan anaknya di kampung.

Seperti benang kusut. Dengan berat hati semua itu harus mereka jalani selama bertahun-tahun dengan air mata dan doa.(yeri)

 

News Feed