Setya Ningsih memutuskan kerja ke Hong Kong sejak 2008 lalu. Demi memenuhi kebutuhan ekenomi keluarga menjadi alasannya kerja sebagai buruh migran. Kontrak kerjanya akan berakhir hingga Oktober 2022. Hari-harinya hanya dihabiskan bekerja dengan majikan.
Selama jadi buruh migran ia mengaku tidak memahami soal bisnis dan entrepreneurship. Ketika memutuskan bergabung dengan kelompok belajar Buruh Migran Cerdas (BMC) 2018-2019, perubahan hidup mulai dirasakannya.
Ide-ide bisnis mengalir dibenaknya. Ia sudah menyiapkan diri untuk kembali ketanah air dengan bekal entrepreneurship. Selama belajar di BMC yang dibina tim dosen Ciputra Entrepreneurship Center (CEC), telah mengubah pola pikirnya.
“Saya mengawali usaha ayam petelur sejak ikut sekolah kehidupan di grup BMC,”katanya.
Alumni BMC itu membuka peternakan di Desa Selokajang RT 01 RW 03, Kecamatan Srengat Kabupaten blitar, Jawa Timur.
Belajar di BMC membuat pesertanya memikirkan bagaimana masalah dan kebutuhan orang-orang menjadikan sebuah peluang bisnis. Tentunya dapat membuka lapangan pekerjaan buat orang di lingkungan sekitar.
“Ilmu saya peroleh dari teman-teman yang sudah sukses dipeternakan. Belajar dari internet dan dari pengalaman keluarga besar sebagai perbandingannya,”ungkap perempuan yang memulai usaha sejak (12/2/2019) itu.
Untuk bibit ayam nol hari dipesan dari pabrik. Tidak dari penetasan rumahan karena dengan pertimbangan,kalau dari pabrik jenis kelamin ayam sudah jelas betina. Kesehatan ayamnya itu ada sertifikatnya.
Keterangan terkait vaksin pertama yang sudah dilakukan apa saja bisa diketaui. Semua sudah ada datanya. Tentang bagaimana pemeliharaan seperti pakan, vaksin dan bagaimana menyiasati agar tidak rugi ketika terjadi kenaikan harga pakan. Pasalnya harga telur cenderung turun.
Sebab itu pula peternak punya solusi sendiri. Antara peternak satu dengan satunya itu tidak sama.
“Peternakannya diurus keluarga di kampung saya.Untuk penjualan saya aktif di grup peternakan wilayah Blitar khususnya,”ungkapnya.
Dia selalu memantauĀ harga terbaru. Termasuk melayani permintaan supermarket lokal. Melayani eceran di toko sekitar Blitar.
“Melayani partai besar,saya kerjasama dengan teman lain untuk merambah pasar Surabaya dan Madura. Keinginan terbesar sekuat tenaga selagi kerja belum habis kontrak, saya akan menambah terus jumlah ayam. Ketika saya pulang nanti tidak terlalu berat untuk melakukan penambahan ayamnya,”tuturnya.
Untuk modal pertama buat ternak ayam menghabiskan Rp 50 juta dengan populasi 500 ekor ayam. Kini hasil produksi per bulan mencapai rata-rata 1 ton 3.5 Kwintal telur.
Meskipun begitu, kendala tetap saja ada disetiap menjalankan roda bisnis. Misalnya harga pakan ternak yang mahal sehingga menyulitkan para peternak.
“Pakan mahal telur murah. Ayam juga gampang stres dan sakit,”ucapnya.
Meskipun begitu, Setya Ningsih mengaku optimis menatap masa depanya yang baru. Menyiapkan diri menjadi seorang entrepreneur. Turut menggerakkan ekonomi di kampung halamanya.
Harapannya, kata dia untuk rekan sesama buruh migranĀ yang masih di Hong Kong agar menggunakan waktu libur sebaik mungkin. Serap ilmu entrepreneurship yang di berikan tim dosen dan pembimbing. (yer)