Masuk Indonesia, PPLN Bebas PCR Kecuali Suspect

Bisnis, Nasional54,440 views

Entrepreneurpos_Situasi pandemi COVID-19 di Indonesia terkendali mendorong, pemerintah kembali akan melakukan sejumlah relaksasi kebijakan. Termasuk bagi Pelaku Perjalanan Luar Negeri (PPLN).

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko Ekon) Airlangga Hartarto menyampaikan, kewajiban untuk menunjukkan hasil negatif tes PCR di negara asal. Sampelnya diambil dalam waktu 2 x 24 jam sebelum keberangkatan tetap diberlakukan.

Namun, kewajiban melakukan tes PCR saat kedatangan (entry-test) tidak diberlakukan terhadap semua PPLN. Hanya akan diberlakukan bagi suspect COVID-19 yang bergejala, misalkan dengan gejala demam atau suhu badan di atas 37,5 derajat celsius.

“Ini persyaratannya begitu mau datang PCR 2×24 (jam), tapi sampai di Indonesia itu bebas, kecuali yang suspect. Yang temperatur tinggi, misalnya 37,5 (derajat celsius) langsung di-PCR. Sedangkan yang lain, itu sudah tidak diperlukan,” kata Airlangga dalam siaran pers sekretriat kabinet.

Selain relaksasi kebijakan entry-test, pemerintah juga akan memperluas kebijakan Visa on Arrival (VoA) untuk PPLN di bandar udara internasional seluruh Indonesia. Kebijakan fasilitas Bebas Visa untuk negara-negara ASEAN juga akan diberlakukan kembali.

“Tadi sudah arahan bapak presiden bahwa visa untuk ASEAN itu bebas visa kembali, dan negara lain visa on arrival,” terangnya.

Airlangga pun menekankan bahwa pelaku perjalanan wajib menggunakan aplikasi PeduliLindungi.
Selain itu terkait perkembangan penanganan pandemi di tanah air, Airlangga menyampaikan bahwa angka Reproduksi Kasus Efektif (Rt) secara nasional membaik di semua pulau.

“Secara nasional Reproduksi Kasus Efektif di kita ini membaik satu pekan terakhir. Secara nasional menjadi angkanya 1, kemudian di luar Jawa-Bali yang masih di atas 1: 1,01 adalah Nusa Tenggara; Maluku 1,02; kemudian Papua 1,01; sedangkan yang lain sudah di level 1,” ujar Menko Ekon yang juga Koordinator PPKM Luar Jawa-Bali.

Per 4 April 2022, kasus baru sebanyak 1.661 kasus, berkurang signifikan sebesar 97,4 persen dari angka tertingginya di 16 Februari 2022 sebanyak 64.718 kasus. Kasus aktif tercatat 93.462 kasus, turun 84,1 persen dari puncaknya di 24 Februari 2022 sebanyak 586.113 kasus.

Sedangkan, kasus kematian 61 kasus, turun 84,8 persen dari puncak kasus kematian di 8 Maret 2022 yang 401 kasus. Hal itu menyebabkan case fatality ratio (CFR) menurun dari 3,27 persen di awal Februari 2022 menjadi 2,58 persen.

Khusus untuk luar Jawa-Bali, Kasus Konfirmasi Harian juga menunjukkan penurunan. Per 4 April 2022, sebanyak 399 kasus atau 24,0 persen dari kasus harian nasional. Sedangkan kasus aktif 35.771 kasus atau 38,3 persen dari kasus aktif nasional.

Kasus Aktif di beberapa provinsi masih cukup tinggi, namun mengalami tren penurunan kasus. Terdapat dua provinsi di luar Jawa-Bali dengan Kasus Aktif tertinggi, tetapi tingkat keterisian tempat tidur atau BOR-nya masih memadai, dan Konversi Tempat Tidur (TT) COVID-19 di RS juga masih rendah, yaitu Papua dan Lampung.

“Di Papua walaupun kasusnya 12.066, BOR-nya 9 persen (dan) konversi 18 persen. Di Lampung 9.005 kasus, BOR-nya 7 persen dan konversi 23 persen. Sumatra Barat 3.037 kasus, BOR-nya 8 persen dan konversi 22 persen,” terang Airlangga.

Selain itu, penyelenggaraan ajang balap internasional MotoGP yang digelar pada bulan Maret lalu juga tidak menimbulkan kenaikan kasus yang signifikan di Nusa Tenggara Barat (NTB).
“Di NTB, walaupun kita melakukan kegiatan MotoGP, tidak ada penaikan kasus signifikan dan NTB tetap di level 1,” katanya.

Terkait progres vaksinasi, masih ada dua provinsi yang capaian vaksinasi dosis pertama masih di bawah 70 persen, yaitu Papua Barat dan Papua. Sedangkan untuk capaian vaksinasi dosis kedua sudah ada 18 Provinsi yang mencapai lebih dari 70 persen, dan 11 provinsi di antaranya ada di luar Jawa-Bali.

Kemudian untuk vaksinasi lanjutan atau booster baru 16 provinsi yang sudah mencapai di atas 10 persen, dan sembilan di antaranya berada di luar Jawa-Bali.

“Terkait dengan (vaksinasi) lansia, delapan provinsi kurang dari 70 persen (untuk) dosis pertama. Sedangkan enam provinsi, dua di luar Jawa-Bali, adalah lebih dari 70 persen untuk lansia dosis kedua,” ungkapnya.(yer)