Ciputra Video Call TKI

Previous Image
Next Image

info heading

info content

 

Entrepreneurpos_Hari ini tepat 24 Agustus 1931 silam Ir. Ciputra lahir di Parigi, Sulawesi Tengah. Sampai akhir hayatnya ia mewariskan ilmu kehidupan tentang pengembangan entrepreneurship.

Jiwanya terpanggil untuk mengatasi kemiskinan dengan entrepreneurship.Mengubah rongsokan jadi emas.Termasuk melatih para tenaga kerja Indonesia (TKI)  di sejumlah negara. Bagaimana kisahnya?

——–

Ketika itu akhir 2008, Saya ditugaskan khusus meliput berbagai kegiatan bisnis Pak Ci yang juga sebagai pemilik grup Jawa Pos.  Ia sudah melatih ribuan orang dibidang entrepreneurship. Kegiatan itu digelar Universitas Ciputra Entrepreneruship Center (UCEC) atas inisiasi Pak Ci.

Sekitar 11 tahun lalu. Rupanya Pak Ci sudah betul-betul mematangkan tekadnya agar entrepreneurship merasuk kesemua penjuru Indonesia. Mulai dari melatih guru, dosen, mahasiswa, dan TKI di Singapura, Malaysia, Korea Selatan, Hong Kong.

Dia terjun langsung untuk memberi spirit entrepreneurship. Diujung usianya yang tak lagi muda, Pak Ci tampaknya menyadari waktunya tidak banyak lagi. Pak Ci ingin segera menunaikan impiannya melahirkan jutaan entrepreneur baru di Indonesia.

Ia pun keliling ke kampus-kampus. Menghadiri berbagai kegiatan wirausaha di Indonesia. Tak jarang pula melakukan dialog jarak jauh ke luar negeri melalui video conference.

Mungkin cara itu, membuat Pak Ci bisa membakar semangat pemuda Indonesia. Untuk melahirkan pengusaha muda di tanah air.

Bahkan khusus program pelatihan entrepreneurship untuk TKI betul-betul diikuti Pak Ci.

Pak Ci  ingin memastikan bahwa murid-muridnya itu dimasa datang bisa menjadi seorang pengusaha di tanah air.

Persisnya (27/12/2015). Pak Ci akhirnya memutuskan menggelar dialog jarak jauh dengan Buruh Migran Cerdas (BMC) Hong Kong. Menggunakan teknologi Skype.

Padahal jauh sebelumnya, Pak Ci diagendakan untuk terbang ke Hong Kong.Namun karena kondisi kesehatan tidak memungkinkan keberangkatan ke Hong Kong dibatalkan. Termasuk saya pun batal ke Hong Kong.

Saya turut memantau dialog di rumah Pak Ci itu. Rekan saya dari Jawa Pos dan rombongan wartawan lainnya yang terbang ke Hong Kong.

Pak Ci akhirnya melakukan dialog jarak jauh itu dari layar monitor yang dipajang di ruang makan. Dari kediamannya di komplek Pondok Indah Golf, Jakarta Selatan. Layaknya orang lagi video call, Pak Ci sangat antusias.

Saya hadir pagi itu menyaksikan betapa semangatnya Pak Ci. Sorot matanya bergelora menyaksikan para buruh migran di layar itu.

Bisa bertemu langsung dan dialog dengan para buruh migran itu adalah harapan Pak Ci. Impiannya, agar suatu saat kelak akan lahir konglomerat dari kalangan TKI.

Sebab itu mereka sudah dilatih. Sudah dibekali program entrepreneurship. Sama halnya dengan kelompok belajar Buruh Migran Cerdas (BMC).

Menurut Pak Ci, banyak perubahan yang dialami setelah para buruh migran tersebut usai dilatih.

Dulu enggan kerja ekstra, sekarang yakin bahwa masa depan yang indah sudah dihadapan. Sebab itu ada harga yang harus dibayar. Dulu hanya bisa jadi pekerja. Sekarang jadi pengusaha.

Dulu malas berpikir sekarang rajin melatih kreativitas. Dulu bingung tentang business plan, sekarang semangat belajar.

Sudah banyak kejadian miris yang membuat TKI disiksa majikan di luar negeri.

Begitulah perumpaan yang diungkapkan Pak Ci melihat perubahan yang dialami para TKI yang sudah dilatih entrepreneurship.

Seolah jarak Jakarta – Hong Kong menjadi dekat. Terasa sekali, ada atmosfir keakraban begitu dekat walaupun berbincang hanya melalui layar monitor.

Ekspresi bahagia tampak di wajah Pak Ci ketika melihat perkembangan para muridnya yang gigih belajar entrepreneurship. Bekal pelajaran kehidupan yang nantinya dibawa pulang untuk dikembangkan di Indonesia.

Ketika itu, dari taman Kowloon Tong, Hong Kong percakapan  dipandu Presiden Universitas Ciputra Antonius Tanan. Dihadiri pula  Harun Hajadi dan Junita Ciputra. Keduanya merupakan Managing Director Ciputra Group sekaligus memimpin seluruh layanan pendidikan dan pengabdian masyarakat di Grup Ciputra.

Pak Ci berpesan dan menaruh harapan kepada para BMC. Pak Ci meminta mereka suatu saat ketika kembali ke Indonesia untuk menyebarkan entrepreneurship di desanya.

“Saya harap jika sudah pulang, kalian sebarkan dan melatih entrepreneurship disetiap desa masing-masing. Sudah bertahun-tahun tentu kalian merasakan perbedaan di sana. Apa bedanya Hong Kong dengan Indonesia?”tanya Pak Ci.

Menurut Pak Ci, di Hong Kong sudah maju perekonomiannya. Maju dibidang entrepreneurship masih jauh bila dibanding dengan Indonesia. Tentunya para buruh migran yang sudah bertahun-tahun menetap di Hong Kong sudah terbiasa dengan iklim budaya orang berbisnis.

“Harapannya, agar kelak kalian tidak mengalami kesulitan berarti jika terjun menjadi entrepreneur karena sudah dilatih. Orang Hong Kong memiliki etos kerja keras. Displin, kreatif dan mampu menciptakan beragam bisnis diberbagai bidang kehidupan. Pemerintahnya sangat mendukung perkembangan entrepreneurship,”sambung Pak Ci.

Universitas Ciputra Entrepreneurship Center sejak 2010 sudah melakukan pelatihan khusus bagi buruh migran. Program pelatihan dilakukan dengan mengirim dosen pelatih ke Hong Kong.

Pentingnya lagi, peserta pelatihan  tidak hanya diberi pengetahuan bisnis semata. Mereka juga dibangkitkan harga dirinya dan semangatnya. Terus dilatih untuk memahami ilmu entrepreneurship.

“Para TKI diberi motivasi. Dihidupkan rasa percaya dirinya. Dilatih agar memiliki kemampuan mendirikan usaha dengan menerapkan entrepreneurship,”terang Pak Ci.

Selama mengikuti pelatihan tersebut kata Pak Ci, sudah banyak peserta yang melahirkan bisnis baru. Membuka lapangan kerja baru. Tujuannya supaya kembali ke Indonesia sudah bisa mandiri.

“Menjadi TKI hidup bertahun-tahun di negara yang tertib maju ekonominya. Jika dilatih mereka akan lebih cakap. Ketika kembali ke Indonesia bisa jadi entrepreneur karena sudah dilatih. Hidup mandiri di desa bahagia bersama keluarga tanpa harus kembali lagi ke luar negeri,”ujarnya.

Sepanjang dialog berlangsung sekitar lebih dari satu jam. Pak Ci tak henti-henti menebar spirit agar mereka tetap menjaga semangat di negeri orang.

Dijelaskannya, kehidupan orang Hong Kong begitu dinamis. Dari jalannya saja sudah cepat. Artinya mereka begitu menghargai waktu dan kesempatan yang mendatangkan peluang baru. Hal itu sangat penting bagi seseorang untuk jadi pengusaha.

Tentunya, jika mengalami kegagalan bisnis lanjut Pak Ci itu sudah menjadi suatu risiko.

 

“Berarti ada bangkrut, ada pelajaran. Dalam dunia bisnis itu hal biasa. Jangan salah menggunakan kejujuran. Karena itu sangat penting,”saran Pak Ci.

 

Sebagai seorang entrepreneur, semua usaha harus didukung juga Integritas, Profesional, Entrepreneurship (IPE). Hal mendasar yang sangat penting dimiliki semua orang yang terjun jadi entrepreneur. Percaya diri dan tiada henti kreatif untuk berinovasi dalam usaha.

Disela dialog itu, beberapa peserta menyampaikan pengalamannya mendirikan usaha. Contohnya Winarti dari grup BMC. Obsesinya adalah ingin menjadi pelatih entrepreneurship ketika pulang ke Indonesia.

Berbeda halnya dengan Titi Kurniati. Ia mengaku memulai bisnis di Sambas, Pontianak Kalimantan Barat. Daerahnya berbatasan dengan Malaysia yang memiliki bisnis kripik tempe. Banyak disukai masyarakat karena tempe itu bergizi dan gurih.

Dalam usaha itu kata dia Titi, agar pangan lokal bisa bernilai.
Dipaparkannya, ia ingin memberdayaan kaum ibu di desanya dengan membangun bisnis berbahan kedelai.

Diantara peserta grup BMC, ada yang menekuni bisnis sate. Hanya dengan modal kerja dan perlengkapan furnitur menghabiskan Rp 10 juta. Modal dikumpulkan dari hasil gaji selama menjadi pembantu rumah tangga senilai 4.100 HKD. Jika dirupiahkan sekitar enam jutaan saat itu.

Terungkap pula dalam diskusi itu,ada peserta BMC yang menggarap kapal ikan. Selama 14 tahun di Hong Kong, usaha ikan dilakukan dengan inovasi rumpon. Menanggapi pertanyaan sejumlah peserta, Pak Ci memberikan dorongan semangat.

“Dalam dunia bisnis seperti itu ada untung yang banyak bisa didapat. Tapi risikonya juga besar. Tetap harus dijalankan dengan fokus dan tekun supaya berhasil,”pinta Pak Ci.

Sejak program BMC didukung Universitas Ciputra Entrepreneurship Center (UCEC) sampai saat ini masih berlanjut. Digerakkan oleh Tri Sumiyatik Suradi atau Zoplo berserta rekanya sesama buruh. BMC melakukan kolaborasi  untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.

Caranya memadukan pembelajaran entrepreneurship secara online dari UCEO ke dalam program BMC. UCEC melakukan pendampingan kepada komunitas belajar entrepreneurship di Hong Kong.

Lalu kelompok belajar BMC mengubah diri menjadi Sekolah Kehidupan Buruh Migran Cerdas (SK BMC). Menyiapkan  kurikulum pembelajaran entrepreneurship yang lebih luas dan mendalam bersama UCEC.

SK BMC menjadi sebuah pembelajaran non formal dengan tema utama entrepreneurship yang inovatif. Mencetak BMI untuk mampu ber-entrepreneur di tanah air. Hidup bersama dengan keluarga mereka.

Ciputra Group sebelumnya juga sudah melakukan program pelatihan entrepreneurship. Melatih puluhan ribuan guru, dosen, sarjana, siswa sekolah, direktur perusahan, pelaku wirausaha kecil, pekerja seks komersil di Surabaya. Termasuk pula melatih orang yang pernah menderita kusta.

Khusus untuk BMI yang sudah dilatih lebih dari 10 ribu orang di Hong Kong, Singapura, Malaysia, Korea Selatan. Sampai kini, gerakan entrepreneurship untuk TKI terus menggeliat. Dari grup BMC saja sudah menghasilkan ratusan pengusaha baru. Menjadi seorang entrepreneur di desa diberbagai sektor Usaha Kecil dan Menengah (UKM).

Misalnya bidang kuliner, fesyen, pertanian, peternakan bahkan bengkel juga ada yang memilikinya. Cita-cita Pak Ci tidak akan pernah redup. Selalu hidup membakar semangat para buruh migran untuk berani menjadi entrepreneur.

Semangat Pak Ci itu, diboyong para buruh migran hingga ke pelosok desa di Indonesia.

Melalui mereka, Pak Ci mewariskan agar entrepreneurship agar bisa ditularkan di kampung halaman. Mengembangkan entrepreneurship, dapat membangkitkan ekonomi desa.

Menggali peluang dari potensi desa yang kaya dengan keragaman sumber daya alam melimpah.

Pak Ci yang menghembuskan nafas terakhir (27/11/2019) di Singapura kini bisa tersenyum. Meskipun menyaksikan dari jauh di sana. Di alam yang berbeda.

Mimpinya sudah terwujud. Sudah mampu melahirkan para entrepreneur baru dari kalangan buruh migran. Membebaskan belenggu beban kehidupan para buruh migran.

Para murid Pak Ci itu, kini mulai bangkit dari keterpurukan. Bergerak cepat jadi pengusaha baru di desanya.

Turut menularkan virus entrepreneurship Ciputra di pelosok desa dalam berbagai kegiatan.

Untuk menginspirasi banyak orang, Saya pun menuliskan kisah murid Pak Ci para alumni BMC dalam buku tentang TKIpreneur.

Entrepreneurship adalah warisan sesungguhnya dari Pak Ci. Sejumlah karyanya tidak hanya dikenang, tapi mampu mengubah kehidupan banyak orang.

Selamat jalan Pak Ci…(yeri)

News Feed